Sunday, December 20, 2009

Edelweiss :)

Ketika pertama kali Bumi diciptakan, Tuhan bertanya kepada semua jenis Bunga,
di mana mereka ingin tumbuh hidup di Bumi.

Tuhan bertanya kepada Tulip,
"Tulip yang cantik, di manakah engkau ingin Aku tempatkan di Bumi ini?"
"Hamba ingin hidup di dataran yang dingin Yang Mulia,
bumi bagian barat,
agar para manusia berperawakan tinggi-besar yang Yang Mulia tempatkan di sana
tetap menunduk, membungkuk untuk mengagumi hamba, belajar untuk tetap rendah hati ketika kesuksesan menyertainya."

Lalu Tuhan menoleh ke arah Sakura,
"Kalau kamu, Sakura? Dimana kau ingin tinggal?"
"Hamba ingin tinggal di negeri timur Yang Mulia,
agar para manusia berperawakan pendek-kecil di sana tetap menengadah ke atas,
untuk melihat Hamba,
seperti halnya mereka melihat mimpi-mimpi setinggi langit yang harus mereka raih. "

Tuhan mengabulkan permintaan si Tulip dan Sakura.
Tulip tumbuh subur di Belanda,
dan Sakura mekar indah di negeri Jepang.

Lalu Tuhan bertanya kepada Bunga Matahari.
"Bagaimana denganmu, Bunga Matahari?"
Bunga Matahari mendongak, lalu menjawab pertanyaan Tuhan,
"Hamba tidak masalah tumbuh di manapun,
Hamba hanya ingin tumbuh disaat Matahari sedang bersinar terik,
dalam cuacana panas, agar bisa memberikan semangat kepada para manusia di Bumi,
sesuai dengan warna tubuh hamba yang membangkitkan semangat."

Tuhan bertanya kepada Aster,
"Aster, engkau bagaimana?"
"Seperti Bunga Matahari, Yang Mulia.
Hamba juga tidak masalah di manapun Hamba akan tinggal nanti,
tetapi Hamba hanya akan tumbuh di musim dingin,
Hamba ingin menghangatkan Bumi dengan warna cerah yang Hamba miliki.
Agar para manusia bisa menikmati indahnya ciptaan Yang Mulia
walaupun mereka sedang menggigil kedinginan."

Tuhan mengabulkan permintaan mereka pula.
Bunga Matahari hanya bisa dilihat di musim panas,
Aster hanya bertahan hidup di musim dingin.

Tiba giliran si Edelweiss.
Bunga ini memang tidak seindah bunga-bunga lainnya.
Warnanya putih, bentuknya tidak menarik.
"Edelweiss, di mana sebaiknya Aku tempatkan engkau?"

"Di mana pun, kapan pun tidak akan masalah Yang Mulia.
Dia tidak menarik. Tidak akan ada yang mempedulikan keberadaannya," ejek Lily.
"Lagipula Edelweiss tidak harum. Dia tidak akan disukai manusia," kata Melati.

Mendengar hinaan teman-temannya, Edelweiss tersenyum.
"Saya ingin hidup puncak pegunungan, Yang Mulia.
Hidup di sela-sela bebatuan di pegunungan."

Tuhan terkejut mendengar jawabannya.
Bunga yang lain tertawa sinis.
"Lihat Yang Mulia! Edelweiss sudah putus asa!
Dia tidak ingin ada yang melihatnya mekar!" teriak Morning Glory.
Tuhan menyuruh Bunga yang lain untuk diam sejenak.
Lalu bertanya lagi kepada Edelweiss.
"Mengapa, Edelweiss? Apakah engkau tidak ingin para manusia menikmati keindahanmu?"

Sekali lagi Edelweiss tersenyum.
"Tidak Yang Mulia.
Justru Hamba ingin para manusia berlomba-lomba untuk melihat hamba.
Hamba hanya ingin memperlihatkan keindahan hamba kepada para manusia yang berusaha."
"Hamba ingin hidup abadi, Yang Mulia.
Tidak bergantung musim.
Hamba ingin memperlihatkan kepada para manusia, Yang Mulia,
bagaimana seharusnya mereka hidup di dunia.

Seorang manusia harus hidup kuat meski hanya sebatang kara,
seperti halnya hamba yang hidup terpencil di puncak pegunungan.

Seorang manusia harus tetap berdiri tegak dan memperlihatkan keindahannya,
seperti halnya hamba yang tetap bersemi walau di pegunungan sering tertiup angin besar.

Seorang manusia harus memiliki cinta kepada sesamanya, kapanpun,
apapun yang terjadi mereka harus tetap mempertahankan cintanya,
seperti halnya hamba yang hidup abadi."

dan Tuhan menuruti keinginan Edelweiss.

Sejak saat itulah Edelweiss hidup kekal di puncak pegunungan,
tumbuh di antara bebatuan,
menanti seseorang memetiknya,
dan menghadiahkan Edelweiss kepada mereka yang dicintainya,
sebagai lambang cinta yang abadi.
Dan cinta yang luar biasa kuat. :)

Meaning:
Alpine perennial plant native to Europe having leaves covered with whitish down and small flower heads held in stars of glistening whitish bracts

Synonyms:
edelweiss; Leontopodium alpinum

Cerita ini hanya fiktif belaka. Maaf kalau kacau! Nggak bakat nulis sih! ;p

No comments: